Sahabat penuh semangat !!

Sahabat penuh semangat !!
Korps Relawan SALMAN ITB

Motivasi dari Al-Qur'an

"Sesungguhnya dalam penciptan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran ALLAH) bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat ALLAH sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Rabbana, tidaklah Engkau Menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka""

30 Januari 2008

Belajar dari kelima jari tangan

Pelajaran ini ALLAH Berikan melalui salah seorang ustadz dalam suatu daurah….


Coba lihat kedua tangan kita. Bersyukurlah ketika kita masih memilikinya. Coba lihat kelima jari di masing-masing tangan kita. Bersyukurlah ketika kita masih memilikinya.


Tahukah sahabat, ternyata kelima jari itu mengandung banyak hikmah yang bisa menjadi suatu pelajaran yang sangat berharga.


Jempol atau ibu jari, mewakili POTENSI. Biasanya kita mengacungkan jempol sebagai tanda untuk menilai suatu kelebihan, kebaikan, kecakapan, atau hal lain yang dianggap pantas ‘diacungi jempol’. Ibu jari ini mengingatkan kita betapa pentingnya mengembangkan potensi di dalam diri kita. Teruslah memperbaiki dan mengembangkan diri sehingga kita memiliki potensi yang bermanfaat bagi umat dan pantas ‘diacungi jempol’.


Jari telunjuk, mewakili ARAH. Biasanya kita menggunakan telunjuk untuk menunjukkan suatu arah. Begitupun dalam hidup kita, telunjuk mengingatkan kita untuk selalu memiliki arah, visi, tujuan yang ingin kita capai. Tentukan tujuan hidup kita. Visualisasikan mimpi yang ingin kita gapai dengan jelas. Fokuslah pada arah atau tujuan hidup kita.


Jari tengah, mewakili KESEIMBANGAN. Jari tengah ini merupakan jari yang berada di tengah dan memiliki tugas untuk menyeimbangkan kedua jari yang berada di sebelah kanan dan kirinya. Jari tengah mengingatkan kita untuk selalu menjaga keseimbangan dalam hidup. Keseimbangan antara jasad, akal, dan ruh. Keseimbangan antara makanan, minuman, dan udara. Keseimbangan antara tugas kita sebagai abid dan sebagai khalifah. Keseimbangan antara belajar dan beramal. Keseimbangan antara takut dan harap. Keseimbangan antara dunia dan akhirat.


Jari manis, mewakili RELASI. Entah darimana asalnya mengapa jari ini disebut jari manis. Mungkin karena jari ini menjadi salah satu bagian tubuh yang digunakan untuk memasangkan simbol sebuah relasi, seperti pernikahan. Jari manis mengingatkan kita untuk selalu menjaga silaturahim dengan orang-orang di sekitar kita. Perbanyaklah silaturahim, jagalah silaturahim, sambunglah kembali silaturahim.


Jari kelingking, mewakili KEHATI-HATIAN. Mungkin karena jari ini berukuran paling kecil di antara keempat jari lain, maka jari ini terkadang sering diabaikan. Padahal tidak ada hal sekecil apapun yang sia-sia. Jari kelingking mengingatkan kita untuk selalu berhati-hati terhadap sesuatu yang kita anggap remeh. Bisa jadi hal yang kecil menjadi suatu masalah yang besar bila kita kurang hati-hati dalam bersikap. Bukankah taqwa itu seperti berjalan di atas jalan berduri. Berhati-hatilah dalam melangkah…


Subhanallah banyak sinergitas yang bisa kita dapat ketika kelima jari ini kita gabungkan. Coba gabungkan kelima jari kita. Kepalkan di udara lalu berteriaklah, SEMANGAT !!!


Ya RABB, sungguh Engkau tidak Menciptakan ini dengan sia-sia…

20 Januari 2008

Ya RABB, lindungi adik-adikku...

di sebuah warung makan di daerah pasir kaliki sekitar jam 1/2 9 malam....

"bu, kasian bu...."
"pak, kasian pak...."

Kalimat-kalimat membuat ayu untuk menengok ke arah seorang anak yang sedang menghampiri orang-orang yang sedang menyantap nasi goreng di rumah makan itu....

Saat itu ayu duduk tak jauh dari warung makan itu...

Ketika ayu menoleh, ayu melihat sesosok yang sering ayu kenal, Geri!!
Ternyata Geri, salah satu anak Ciroyom, yang berada di warung makan itu !!

Baru 2 hari yang lalu Geri belajar perkalian. Sebenarnya Geri memiliki otak yang cukup pintar. Baru sehari ayu ajari perkalian, Geri langsung bisa menyelesaikan soal-soal sampai perkalian 5!

Tapi apa yang ayu lihat tadi, tiba-tiba membuat hati ini miris....

Rasanya tubuh ini lemas, tak tega melihat anak yang sering berinteraksi dengan ayu berada di jalanan sampai semalam ini, sambil menengadahkan tangan berharap ada dermawan yang mau mengeluarkan sedikit uang untuk Geri...

Ingin sekali memanggil Geri, tapi ketika ayu sedikit menoleh tiba-tiba sudah menghilang dari penglihatan ayu. sedangkan saat itu ayu sedang bersama keluarga, makan di warung makan yang tak jauh dari tempat Geri berada...

Saat itu juga tangan ayu lemas. Mie goreng yang ada di hadapan ayu rasanya sudah tak ingin lagi ayu habiskan. Yang ayu pikirkan hanya Geri. Apakah Geri sudah makan hari ini? Ingin rasanya berbagi makanan ini dengan Geri....

Sesaat ayu melamun....

Tiba-tiba lamunan itu pecah oleh suara mama yang mengingatkan ayu untuk menghabiskan mie goreng yang ada di depan ayu. Kunyahan demi kunyahan terasa sangat berat...

Selama perjalanan pulang ke rumah, ayu hanya bisa terdiam dan menangis...bahkan hingga ayu membuat tulisan ini...

Ya RABB, ampuni hamba-Mu yang lemah ini...
Tak seharusnya lambung ini hamba penuhi dengan makanan ketika adik-adik hamba masih banyak yang kelaparan....

Ya RABB, ampuni hamba-Mu yang dzalim ini...
Tak seharusnya hamba menikmati kehangatan selimut di saat adik-adik hamba tidur dalam kedinginan....

Ya RABB, ampuni hamba....
Apa yang bisa hamba lakukan... Hanya Engkau yang Maha Kuat....
Hanya Engkau yang menjadi sebaik-baik Pelindung dan Penolong bagi mereka...

Ya RABB, lindungi adik-adikku....

Ya RABB, lindungi adik-adikku....

Ya RABB, lindungi adik-adikku....

Ya RABB, lindungi adik-adikku....

Ya RABB, lindungi adik-adikku....

13 Januari 2008

Terima Kasih ya ALLAH...

Terima kasih atas hidup yang luar biasa ini
Terima kasih atas detak jantung ini
Terima kasih atas mata yang dapat melihat
Terima kasih atas telinga yang dapat mendengar
Terima kasih atas hati yang dapat merasa
Terima kasih atas tangan yang dapat mengenggam
Terima kasih atas kaki yang dapat berjalan
Terima kasih atas mulut yang dapat berbicara

Terima kasih atas orang tua yang bijak
Terima kasih atas sahabat yang setia menemani
Terima kasih atas adik-adik yang penuh semangat
Terima kasih atas orang-orang yang mencintai
Terima kasih atas saudara seperjuangan yang tak pernah letih

Terima kasih atas makanan yang meredakan lapar
Terima kasih atas selimut yang menghangatkan
Terima kasih atas atap yang melindungi
Terima kasih atas pakaian yang menutupi
Terima kasih atas udara yang kuhirup
Terima kasih atas tanah yang kupijak
Terima kasih atas burung-burung yang berterbangan
Terima kasih atas bintang-bintang yang indah
Terima kasih atas matahari yang menyinari

Terima kasih atas rasa cinta
Terima kasih atas rasa sayang
Terima kasih atas rasa kasih
Terima kasih atas pengorbanan
Terima kasih atas perjuangan
Terima kasih atas air mata

Terima kasih atas kesempatan untuk mengenal-Mu
Terima kasih atas kesempatan untuk beribadah kepada-Mu
Terima kasih atas kesempatan untuk berharap kepada-Mu
Terima kasih atas kesempatan untuk bergantung kepada-Mu
Terima kasih atas kesempatan untuk beramal shaleh

Terima kasih atas segala yang tak pernah terucap
Karena tak sanggup mulut ini mengucapkan syukurku yang tak terhingga
Karena tak cukup pena ini menuliskan segala nikmat-Mu
Karena tak cukup dunia ini melukiskan segala milik-Mu

Karena Engkau begitu indah
karena Engkau begitu sempurna
Karena Engkau begitu mulia
Karena Engkau begitu luar biasa....

Ampuni hamba ya RABB...
Tak pantas hamba menghitung segala nikmat-Mu

Hamba hanya dapat meneteskan air mata...
Tertunduk tak berdaya di hadapan-Mu...

12 Januari 2008

Ambillah risiko itu !

”Agar ALLAH Memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya ALLAH Maha Cepat hisab-Nya.”

Q.S. Ibrahim [14]: 51

Apapun sikap dan keputusan yang kita tetapkan untuk diri kita, pastilah memiliki risiko. Tergambar di benak sebagian kita bahwa setiap risiko adalah sesuatu yang buruk. Padahal ia merupakan tantangan yang mendidik dan akan memberi banyak pelajaran, sehingga pikiran terlatih untuk kreatif mencari solusi.

Sayyidina ’Ali bin Abu Thalib pernah mengatakan bahwa dari seratus jenis risiko dan kesulitan yang timbul dalam pikiran sebelum melakukan suatu tindakan, yang merupakan risiko yang benar-benar akan terjadi tidak lebih dari sepersepuluhnya saja.

Kehidupan yang kita jalani adalah proses kita untuk memecahkan setiap masalah dan mengatasi setiap risiko yang akan muncul. Adanya masalah dan kesulitan merupakan bukti adanya kehidupan. Jika tidak ada masalah dan kesulitan maka tidak akan ada kehidupan yang sebenarnya.

Jika seorang ibu tidak berani mengambil risiko rasa sakit dan letih, maka tidak ada anak yang lahir di dunia ini. Jika seorang anak tidak berani mengambil risiko untuk jatuh, maka anak itu tidak akan bisa berjalan. Jika seorang pengusaha tidak berani mengambil risiko untuk memulai bisnis, maka tidak ada pengusaha sukses di dunia ini.

Semuanya berawal dari kemauan dan keberanian kita untuk siap mengambil risiko. Ingat! Mengambil risiko!! Bukan menerima risiko !!

Asyuraa : 10 Muharram

Abul-Laits Asssamarqandi meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas r.a berkata: Rasulullah SAW. bersabda :

Barangsiapa yang berpuasa pada hari Assyuuraa' yakni 10 Muharram, maka ALLAH akan memberikan kepadanya pahala 10.000 malaikat. Barangsiapa yang puasa pada hari Assyuuraa', maka akan diberikan pahala 10.000 orang Haji dan Umrah, dan 10.000 orang mati syahid.Barangsiapa yang mengusap kepala anak yatim pada hari Assyuuraa', maka ALLAH akan menaikkan dengan rambut satu derajat. Dan barangsiapa yang memberi buka puasa orang mukmin yang berpuasa pada hari Assyuuraa', maka seolah-olah memberi buka puasa semua umat Muhammad SAW. dan mengenyangkan perut mereka.

Sahabat bertanya; Ya, Rasulullah, ALLAH telah melebihkan hari Assyuuraa' dari hari-hari yang lain.
Jawab Rasulullah: Benar!.

~ ALLAH telah menjadikan langit dan bumi pada hari Assyuuraa';
~ dan menjadikan Adam juga Hawa pada hari Assyuuraa';
~ dan menjadikan Syurga serta memasukkan Adam di syurga pada hari Assyuuraa';
~ dan ALLAH menyelamatkan dari api neraka pada hari Assyuuraa';
~ dan menenggelamkan Fir'aun pada hari Assyuuraa';
~ dan menyembuhkan bala Nabi Ayyub pada hari Assyuuraa'
~ dan Allah memberi taubat kepada Adam pada hari Assyuuraa';
~ dan diampunkan dosa Nabi Daud pada hari Assyuuraa';
~ dan juga kembalinya kerajaan Nabi Sulaiman pada hari Assyuuraa';
~ dan akan terjadi Qiyamat pada hari Assyuuraa'

Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Ikrimah berkata;
Hari Assyuuraa' ialah hari diterimanya taubatnya Nabi Adam.

Dan ia pula hari turunnya Nabi Nuh dari perahunya. Maka ia berpuasa syukur;

Dan ia pula hari tenggelamnya Fir'aun dan terbelahnya laut bagi Nabi Musa a.s. dan Bani Israil. Maka mereka berpuasa; karena itu berpuasalah engkau pada hari
Assyuuraa'.

Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Muhammad bin Maisarah berkata;

Bahwa siapa yang melapangkan pada keluarganya pada hari Assyuuraa', maka ALLAH akan meluaskan rezekiNya sepanjang tahun itu.

Satria ESQ di rumah

Alhamdulillah, di rumah kini bertambah seorang satria ESQ baru, yaitu papa. ALLAH Beri kesempatan mengenal ALLAH buat papa lewat kantornya. Alhamdulillah, gratisan!!!

Sebenernya papa udah lama pengen ikut ESQ, mungkin sejak adik ayu, adi, ikut ESQ 3 tahun yang lalu. Tapi, mungkin baru sekarang ALLAH izinkan beliau untuk itu pelatihan yang luar biasa itu.

Tidak hanya itu, ayu kaget banget pas papa pulang, langsung bawa bunga 1 bouquet. Katanya, beliau dapet hadiah dari games action. Mungkin yang udah jadi satria esq masih inget game ketika sang trainer mencabut bunga satu per satu dari tangkainya. Pertanyaannya adalah cukupkah kita berdiam diri dan merasa sedih ketika bunga itu dicabut atau kita mau BERGERAK untuk 'menyelamatkannya'...

Tinggal mama sama afi yang belum ikut... semoga ALLAH Beri kesempatan untuk mengenal ALLAH melalui ESQ kepada mereka...

Semoga ALLAH Merahmati keluarga kami... amiin...

SATRIA ESQ !! 165 !!

Perkenalkan keluargaku !!

Perkenalkan inilah keluargaku.

Papa, seseorang yang banyak menghabiskan hidupnya untuk berikhtiar di bidang pendidikan. Dosen maksudnya. Kadang juga ngisi training atau seminar ilmiah di beberapa tempat. Ayu banyak belajar dari beliau, terutama tentang public speaking, bikin power point yang menarik, kerja keras, nikmatnya bergadang, dll... Hadiah paling berharga buat ayu adalah sebuah laser pointer. Dulu sering ayu pake buat ngasih presentasi di kampus atau pelatihan2. Tapi sayang sekarang pointer itu harus sudah beristirahat di kotaknya... maksudnya, baterenya belum diganti lagi..

Mama, ga jauh beda sama papa. Dosen juga. Ga sekedar jadi dosen, beliau mencoba menghidupkan aktivitas2 keislaman di kampus. Mulai jadi pelopor kursus bahasa arab, sampai pelopor pengajian di kalangan dosen. Di kampus beliau dikenal sebagai dosen yang tegas tapi baik hati. Banyak mahasiswa yang memanggil beliau dengan sebutan BUNDA. Ayu juga banyak belajar dari beliau terutama tentang kedisiplinan. Ya.. benar disiplin! Itulah kata yang tepat untuk menggantikan istilah 'cerewet'. Hehe.. maaf ya ma..

Mas Arif, ga banyak yang tau tentang profil mas arif. Karena kini beliau pun sudah ada di alam yang lain... ayu juga ga banyak tau tentang mas arif. cuma cerita mama aja, mas arif itu meninggal karena sakit hepatitis....

Afi, adik ayu yang pertama. Orangnya unik. Suatu saat mama pernah mengirimkan salah satu buku catatan afi ke Prof. Nim, seorang psikolog yang dapat mengenal karakter orang dari bentuk tulisannya. Kata Prof. Nim, afi itu orangnya unik, ga bisa dipaksa buat belajar, ga bisa dipaksa buat kerja keras, orangnya santai, kurang motivasi, dll.. Tapi ternyata beliau bisa menepis prediksi psikolog itu, buktinya alhamdulillah dengan izin ALLAH sekarang beliau duduk di bangku kuliah Plano ITB.

Adi, adik ayu yang terakhir. Ayu merasa punya banyak kemiripan dengan adik laki-laki yang satu ini. Kita sama-sama suka ikut training, sama2 suka ngisi training, sama2 suka naik gunung, sama2 suka berorganisasi, sama2 suka kegiatan yang menantang...Haha... Dari kecil, beliau sering ditunjuk jadi Ketua Murid (KM). Sampai saat ini pun, status KM masih beliau sandang. Alhamdulillah, ALLAH Beri beliau kesempatan untuk menjadi seorang KM sehingga beliau bisa belajar tanggung jawab, disiplin, jujur, dll...Beliau juga salah satu satria ESQ seperti ayu... jadi kalau diskusi tentang ESQ bisa nyambung...

Ya RABB terima kasih, ayu banyak belajar dari orang2 terdekat yang Engkau izinkan hidup dalam satu atap bersamaku... semangat !!!!!

10 Januari 2008

Belajar dari monyet

Teknik berburu monyet dihutan-hutan Afrika, caranya begitu unik. Sebab, teknik itu memungkinkan si pemburu menangkap monyet dalam keadaan hidup-hidup tanpa cedera sedikitpun. Maklum, ordernya memang begitu. Sebab, monyet-monyet itu akan digunakan sebagai hewan percobaan atau binatang sirkus di Amerika.

Cara menangkapnya sederhana saja. Sang pemburu hanya menggunakan toples berleher panjang dan sempit. Toples itu diisi kacang yang telah diberi aroma. Tujuannya,agar mengundang monyet-monyet datang. Setelah diisi kacang, toples-toples itu ditanam dalam tanah dengan menyisakan mulut toples dibiarkan tanpa tutup. Para pemburu melakukannya di sore hari. Besoknya, mereka tingal meringkus monyet-monyet yang tangannya terjebak di dalam botol tak bisa dikeluarkan.

Kok, bisa?
Tentu kita sudah tahu jawabnya. Monyet-monyet itu tertarik pada aroma yang keluar dari setiap toples. Mereka mengamati lalu memasukkan tangan untuk mengambil kacang-kacang yang ada di dalam. Tapi karena menggenggam kacang, monyet-monyet itu tidak bisa menarik keluar tangannya. Selama mempertahankan kacang-kacang itu, selama itu pula mereka terjebak. Toples itu terlalu berat untuk diangkat. Jadi, monyet-monyet itu tidak akan dapat pergi ke mana-mana ! Mungkin kita akan tertawa melihat tingkah bodoh monyet-monyet itu. Tapi, tanpa sadar sebenamya kita mungkin sedang menertawakan diri sendiri.

Ya, kadang kita bersikap seperti monyet-monyet itu.
Kita mengenggam erat setiap permasalahan yang kita miliki layaknya monyet mengenggam kacang. Kita sering mendendam, tak mudah memberi maaf, tak mudah melepaskan maaf.. Mulut mungkin berkata ikhlas, tapi bara amarah masih ada di dalam dada. Kita tak pernah bisa melepasnya. Bahkan, kita bertindak begitu bodoh, membawa "toples-toples" itu ke mana pun kita pergi. Dengan beban berat itu, kita berusaha untuk terus berjalan. Tanpa sadar, kita sebenamya sedang terperangkap penyakit hati yang akut.

Teman, sebenarnya monyet-monyet itu bisa selamat jika mau membuka genggaman tangannya. Dan, kita pun akan selamat dari penyakit hati jika sebelum tidur kita mau melepas semua "rasa tidak enak" terhadap siapapun yang berinteraksi dengan kita. Dengan begitu kita akan mendapati hari esok begitu cerah dan menghadapinya dengan senyum. Dan, kita pun tahu surga itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang hatinya betul-betul bersih...
Jadi, kenapa tetap kita genggam juga perasan tidak enak itu?

06 Januari 2008

Apapun Kesulitannya, Hadapi dan Nikmati !

”Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ’Kami telah beriman’, sedang mereka tidak duji lagi?

Q.S. Al-Ankabuut [29]: 2

Modal yang diperlukan untuk memulai suatu kemajuan adalah kemauan, keberanian dan pengetahuan. Sedangkan kekuatan untuk mempertahankannya adalah kejujuran, komitmen, inovasi, dan kesabaran.

Jangan pernah menghindari tantangan, melompatlah ke dalamnya dan taklukanlah. Nikmatilah permainannya. Jika tantangan yang Anda hadapi terlalu besar atau terlalu banyak, jangan menyerah. Kegagalan tidak boleh membuat Anda lelah. Sebaliknya, atur kembali strategi Anda. Temukanlah lebih banyak lagi keteguhan, pengetahuan, dan bantuan.

Jika Anda telah mencapai tujuan Anda, rencanakanlah tujuan yang lebih besar lagi. Begitu kebutuhan pribadi atau keluarga Anda terpenuhi, berpindahlah kepada tujuan kelompok Anda, masyarakat, bahkan umat. Malaikat akan mencatat setiap kebaikan Anda yang membuat orang lain merasa bahagia dan tertolong. Sehingga kesuksesan Anda pun menjadi amal jariyah yang terus mengalir pahalanya meski Anda telah meninggal.

Jangan menciptakan kesuksesan kemudian Anda tidur nyenyak di dalamnya. Anda memiliki sumber daya, keahlian, dan kemampuan untuk menciptakan kemajuan. Ingatlah bahwa ALLAH menyembunyikan nikmat-Nya yang luar biasa di balik setiap kesulitan dan tantangan. Sementara syaithan mengalihkan perhatian Anda dari kenikmatan itu dengan menimbulkan rasa khawatir, was-was, takut gagal, minder, dan tergesa-gesa dalam diri Anda.

Jika ALLAH menginginkan seorang hamba menjadi orang yang kuat, Dia akan mengujinya dengan ujian dan tantangan kesulitan yang berat. Kemampuan mengatasi tantangan itulah yang akan menjadikannya kuat.

Bertawakallah !!

”Kepunyaan ALLAH-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.”

Q.S. Hud [11]: 123

”Bertawakallah kepada ALLAH yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya”

Q.S. Al-Furqaan [25] : 58

Tawakal adalah langkah terakhir dari serangkaian rentetan usaha yang dilakukan oleh seorang mukmin dalam bekerja untuk dunia ataupun akhiratnya. Ia merupakan kondisi hati yang mengharapkan hasil yang terbaik dari apa yang diusahakan, sekaligus kesiapannya untuk menerima yang terburuk sekali pun. Karena tawakal adalah langkah terakhir, maka ia harus didahului oleh adanya usaha.

Orang yang bertawakal kepada ALLAH, tidak akan pernah bersedih, juga tidak akan kecewa. ALLAH mencintai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. Maka, mustahil bagi ALLAH untuk mengecewakan hamba yang Dia cintai.

Berikut kisah sekelompok pemuda pengikut Nabi Musa a.s. dari bani Israel ketika mereka dikejar-kejar oleh tentara Fir’aun untuk dibunuh.

”Berkata Musa, ’Hai kaumku, jika kamu beriman kepada ALLAH, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri’. Lalu mereka berkata, ’Kepada ALLAH-lah kami bertawakal! Wahai Tuhan kami, janganlah Engaku jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang lalim, dan selamatklah kami dengan rahmat-Mu dari (tipu daya) orang-orang kafir.” (Yunus [10]: 84-86)

Inilah hasil dari bentuk tawakal mereka :

”Kami memungkinkan bani Israel melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka), hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia, ’Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh bani Israel, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada ALLAH)’.” (Yunus [10]: 90)

Tawakal adalah hal terindah sebagai penutup segala kegiatan dan usaha untuk merealisasikan suatu gagasan. Segala sesuatu yang disertai dengan tawakal kepada ALLAH, akan selalu berakhir dengan indah, dan membawa kebahagiaan dan ketentraman.

Belajar dari air

Belajarlah dari air bagaimana ia menerima lemparan batu. Ketika batu itu menyentuh permukaannya, ia membentuk lubang kecil di permukaan air sesuai ukuran batunya. Akan tetapi, beberapa detik kemudian, permukaan air akan kembali datar seperti semula. Batu tidak meninggalkan bekas sedikit pun terhadap bentuk permukaan air. Justru masuknya batu ke dalam air akan menambah tinggi permukaannya.

Belajar dari layang-layang

Lihatlah layang-layang, jika dia tidak menantang angin, dia tidak akan bisa terbang melayang di udara. Dia akan tetap melayang di udara selama masih menantang angin. Jika angin yang menerpanya lebih keras dia bergerak menggoyang ke kanan atau ke kiri kemudia naik ke atas. Sesekali dia akan berputar ke bawah membentuk lingkaran kemudian kembali naik menanjak ke atas.

Belajar dari bintang

Tengok ke atas langit di malam hari. Temukan gugusan bintang indah yang bertabur menghiasi gelapnya malam. Indahnya bintang tak bisa kita temui di siang hari. Dia hanya akan bersinar bila malam datang. Semakin gelap malam menutupi siang, semakin indah sinar yang dipancarkan bintang itu.

Gelombang Keadilan

Kan melangkah kaki dengan pasti, menerobos segala onak duri
Generasi baru yang 'tlah dinanati, tak takut dicaci tak gentar mati

Bagai gelombang terus menerjang, tuk tumbangkan sgala kedzoliman
Dengan tulus ikhlas untuk keadilan, bina pertiwi gapai sejahtera

Tak kan surut walau selangkah, tak kan henti walau sejenak
Cita kami hidup mulia, atau syahid mendapat syurga

Mars Kepanduan

Bangkitlah mujahid bangkitlah
Rapatkan barisan rapatkan
Ayunkanlah langkah perjuangan
Mati syahid atau hidup mulia

Siapkan dirimu siapkan
Gentarkan musuhmu gentarkan
Tak kan pernah usai pertarungan
Hingga ajal kan menjelang

Enyahkan rasa takut dan gentar
Walau raga kan meregang nyawa
Karna ALLAH tlah janjikan syurga
Untukmu mujahid setia

Merah saga

Saat langit berwarna merah saga, dan kerikil perkasa berlarian
Meluncur laksana puluhan peluru, terbang bersama teriakan takbir

Semua menjadi saksi atas langkah keberanianmu
Kita juga menjadi saksi atas keteguhanmu

Ketka Yahudi-yahudi membantaimu, merah berkesimbah di tanah airmu
Mewangi harum genangan darahmu, membebaskan bumi jihad Palestina
Perjuangan telah kau bayar dengan jiwa, syahid dalam cinta-Nya

Paksalah Diri Berbuat Taat !!

Mahasuci Allah, Zat yang memiliki segalanya. Mahacermat dan Mahasempurna Allah sehingga sama sekali Ia tidak membutuhkan apapun dari hamba-hamba-Nya. Tidak ada kepentingan dan mamfaat yang bisa kita berikan, karena Allah secara total dan Mahasempurna telah mencukupi dirinya sendiri. Ribuan malaikat yang gemuruh bertasbih, bertahmid, dan bertakbir tiap detik, tiap waktu, tiap kesempatan memuji Allah, itupun hanya menunjukkan keagungan dan kebesaran-Nya.

Jika Allah menciptakan makhluk jin dan manusia kemudian diperintahkan untuk taat, bukan karena Allah membutuhkan ketaatan makhluk-Nya. Sungguh, semua perintah dari Allah adalah karunia agar kita menjadi terhormat, mulia, dan bisa kembali ke tempat asal mula kita yaitu surga. Jadi kalau kita masuk neraka, naudzubillaah, sama sekali bukan karena kurangnya karunia Allah, tapi karena saking gigihnya kita ingin jadi ahli neraka, yaitu dengan banyaknya maksiat yang kita lakukan.

Allah SWT Mahatahu bahwa kita memiliki kecenderungan lebih ringan kepada hawa nafsu dan lebih berat kepada taat. Oleh karena itu, jika kita mendapat perintah dari Allah, dalam bentuk apapun, si nafsu ada kecenderungan berat melakukannya, bahkan tak segan-segan untuk menolaknya. Misalnya ibadah shalat cenderung inginnya dilambatkan. Urusan shaf saja, tidak banyak orang berebutan menempati shaf pertama. Amati saja justru shaf belakang cenderung lebih banyak diminati. Perintah shalat memang banyak yang melakukan, tetapi belum tentu semua melakukannya tepat waktu. Begitu juga dengan tepat waktu, belum tentu juga bersungguh-sungguh khusyu. Bahkan ada – mungkin salah satunya kita – yang justru menikmati shalat dengan pikiran yang melantur, melayang-layang tak karuan, sehingga tak jarang banyak program atau urusan duniawi lainnya yang kita selesaikan dalam shalat. Dan yang lebih parah lagi, kita tidak merasa bersalah karenanya.

Saat menafkahkan rizki untuk sedekah, maka si nafsu akan membuat seakan-akan sedekah itu akan mengurangi rizki kita, bahkan pada lintasan berikutnya sedekah ini akan dianggap membuat kita tifdak punya apa-apa. Padahal, sungguh sedekah tidak akan mengurangi rizki, bahkan akan menambah rizki kita. Namun, karena nafsu tidak suka kepada sedekah, maka jajan justru lebih disukai.

Sungguh, kita telah diperdaya dengan rasa malas ini. Bahkan saat malas beribadah, otak kita pun dengan kreatif akan segera berputar untuk mencari dalih ataupun alasan yang dipandang logis dan rasional. Sehingga apa-apa yang kita lakukan karena malas, seolah-olah mendapat legitimasi karena alasan kita yang logis dan rasional itu, bukan semata-mata karena malas. Ah, betapa hawa nafsu begitu pintar mengelabui kita. Lalu, bagaimana cara kita mengatasi semua kecenderungan negatif diri kita ini?

Cara yang paling baik yang harus kita lakukan adalah kegigihan kita melawan kemalasan diri. Kecenderungan malas itu kalau mau diikuti terus menerus akan tidak ada ujungnya, bahkan akan terus membelit kita menjadi seorang pemalas kelas berat, naudzubillaah. Berangkat ke mesjid, maunya dilambat-lambat, maka harusnya lawan! Berangkat saja. Ketika terlintas, nanti saja wudhunya di mesjid, lawan! Di mesjid banyak orang, segera lakukan wudhu di rumah saja! Itu sunnah. Sungguh, orang yang wudhu di rumah lalu bergegas melangkahkan kakikya ke mesjid untuk shalat, maka setiap langkahnya adalah penggugur dosa dan pengangkat derajat.

Sampai di mesjid, paling nikmat duduk di tempat yang memudahkan dia keluar dari mesjid, bahkan kadangkala tak sungkan untuk menghalangi orang lewat. Lebih-lebih lagi bila memakai sandal bagus, ia akan berusaha sedekat mungkin dengan sandalnya, dengan alasan takut dicuri orang. Begitulah nafsu. Bagi orang yang menginginkan kebaikan, dia akan berusaha agar duduknya tidak menjadi penghalang bagi orang lain. Maka akan dicarinyalah shaf yang paling depan, shaf yang paling utama.

Sesudah shalat, ketika mau zikir, kadang terlintas urusan pekerjaan yang harus diselesaikan. Maka bagi yang tekadnya kurang kuat ia akan segera ngeloyor pergi, padahal zikir tidak lebih dari sepuluh menit, ngobrol saja lima belas menit masih dianggap ringan. Atau ada juga yang sampai pada tahap zikir, diucapnya berulang-ulang, subhanallaah – subhanallah, tapi pikiran melayang kemana saja. Anehnya lagi kalau memikirkan dia si jantung hati konsentrasinya sungguh luar biasa. Kenapa, misalnya, mengucap subhanallaah tiga puluh tiga kali, yang sadar mengucapkannya cuma satu kali? Atau ingatlah saat kita akan berdo’a. Walaupun dilakukan, akan dengan seringkas mungkin. Padahal demi Allah, zikir-zikir yang kita ucapkan akan kembali pada diri kita juga.

Oleh karena itu, bila muncul rasa malas untuk beribadah, itu berarti hawa nafsu berupa malas sedang merasuk menguasai hati. Segeralah lawan dengan mengerahkan segenap kemampuan yang ada, dengan cara segera melakukan ibadah yang dimalaskan tersebut. Sekali lagi, bangun dan lawan! Insya Allah itu akan lebih dekat kepada ketaatan. Janganlah karena kemalasan beribadah yang kita lakukan, menjadikan kita tergolong orang-orang munafik, naudzubillaah.

Firman Allah, "Sesungguhnya orang-orang munafik itu hendak menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah, kecuali sedikit sekali." (QS. An Nisa [4] : 142)

Ingatlah bahwa kalau kita tergoda oleh bisikan hawa nafsu berupa kemalasan dalam beribadah, maka kita ini sebenarnya sedang menyusahkan diri sendiri, karena semua perintah itu adalah karunia Allah buat kemaslahatan diri kita juga. Coba, Allah menyuruh kita berzikir, siapa yang dapat pahala? Kita. Allah menyuruh kita berdo’a, lalu do’a itu diijabah. Buat siapa? Buat kita. Allah sedikit pun tidak ada kepentingan mamfaat atau madharat terhadap apa-apa yang kita lakukan. Tepatlah ungkapan Ibnu Atho’illah dalam kitabnya, Hikam, "Allah mewajibkan kepadamu berbuat taat, padahal yang sebenarnya hanya mewajibkan kepadamu masuk ke dalam surga-Nya (dan tidak mewajibkan apa-apa kepadamu hanya semata-mata supaya masuk ke dalam surga-Nya)". Maka Abul Hasan Ashadilly menasehatkan bahwa, "Hendaknya engkau mempunyai satu wirid, yang tidak engkau lupakan selamanya, yaitu mengalahkan hawa nafsu dengan lebih mencintai Allah SWT".

Maka kalau kita sengsara, kita susah, kita menderita, itu bukan karena siapa-siapa, itu semua kita yang buat. Padahal sungguh, setiap desah nafas yang kita hembuskan adalah amanah dari Allah SWT, dan sebagai titipan wadah yang harus kita isi dengan amal-amal kebaikan. Sedangkan hak ketuhanan tetap berlaku pada tiap detik yang dilalui oleh seorang hamba. Abul Hasan lebih lanjut mengatakan, "Pada tiap waktu ada bagian yang mewajibkan kepadamu terhadap Allah SWT (yaitu beribadah)".

Jadi, sungguh sangat aneh jika kita bercita-cita ingin bahagia, ingin dimudahkan urusan, ingin dimuliakan, tapi justru amal-amal yang kita lakukan ternyata menyiapkan diri kita untuk hidup susah. Seperti orang yang bercita-cita masuk surga tapi amalan-amalan yang dipilih amalan-amalan ahli maksiat. Maka, sahabat-sahabat sekalian sederhanakanlah hidup kita, paksakan diri untuk taat kepada perintah Allah kalau belum bisa ikhlas dan ringan dalam beribadah. Mudah-mudahan Allah yang melihat kegigihan diri kita memaksa diri ini, nanti dibuat jadi tidak terpaksa karena Dia-lah yang Maha Menguasai diri ini. Insya Allah.

Bersandar Hanya kepada ALLAH

Tiada keberuntungan yang sangat besar dalam hidup ini, kecuali orang yang tidak memiliki sandaran, selain bersandar kepada Allah. Dengan meyakini bahwa memang Allah-lah yang menguasai segala-galanya; mutlak, tidak ada satu celah pun yang luput dari kekuasaan Allah, tidak ada satu noktah sekecil apapun yang luput dari genggaman Allah. Total, sempurna, segala-galanya Allah yang membuat, Allah yang mengurus, Allah yang menguasai.

Adapun kita, manusia, diberi kebebasan untuk memilih, "Faalhamaha fujuraha wataqwaaha", "Dan sudah diilhamkan di hati manusia untuk memilih mana kebaikan dan mana keburukan". Potensi baik dan potensi buruk telah diberikan, kita tinggal memilih mana yang akan kita kembangkan dalam hidup ini. Oleh karena itu, jangan salahkan siapapun andaikata kita termasuk berkelakuan buruk dan terpuruk, kecuali dirinyalah yang memilih menjadi buruk, naudzubillah.

Sedangkan keberuntungan bagi orang-orang yang bersandarnya kepada Allah mengakibatkan dunia ini, atau siapapun, terlampau kecil untuk menjadi sandaran baginya. Sebab, seseorang yang bersandar pada sebuah tiang akan sangat takut tiangnya diambil, karena dia akan terguling, akan terjatuh. Bersandar kepada sebuah kursi, takut kursinya diambil. Begitulah orang-orang yang panik dalam kehidupan ini karena dia bersandar kepada kedudukannya, bersandar kepada hartanya, bersandar kepada penghasilannya, bersandar kepada kekuatan fisiknya, bersandar kepada depositonya, atau sandaran-sandaran yang lainnya.

Padahal, semua yang kita sandari sangat mudah bagi Allah (mengatakan ‘
sangat mudah’ juga ini terlalu kurang etis), atau akan ‘sangat mudah sekali’ bagi Allah mengambil apa saja yang kita sandari. Namun, andaikata kita hanya bersandar kepada Allah yang menguasai setiap kejadian, "laa khaufun alaihim walahum yahjanun’, kita tidak pernah akan panik, Insya Allah.

Jabatan diambil, tak masalah, karena jaminan dari Allah tidak tergantung jabatan, kedudukan di kantor, di kampus, tapi kedudukan itu malah memperbudak diri kita, bahkan tidak jarang menjerumuskan dan menghinakan kita. kita lihat banyak orang terpuruk hina karena jabatannya. Maka, kalau kita bergantung pada kedudukan atau jabatan, kita akan takut kehilangannya. Akibatnya, kita akan berusaha mati-matian untuk mengamankannya dan terkadang sikap kita jadi jauh dari kearifan.

Tapi bagi orang yang bersandar kepada Allah dengan ikhlas, ‘ya silahkan ... Buat apa bagi saya jabatan, kalau jabatan itu tidak mendekatkan kepada Allah, tidak membuat saya terhormat dalam pandangan Allah?’ tidak apa-apa jabatan kita kecil dalam pandangan manusia, tapi besar dalam pandangan Allah karena kita dapat mempertanggungjawabkannya. Tidak apa-apa kita tidak mendapatkan pujian, penghormatan dari makhluk, tapi mendapat penghormatan yang besar dari Allah SWT. Percayalah walaupun kita punya gaji 10 juta, tidak sulit bagi Allah sehingga kita punya kebutuhan 12 juta. Kita punya gaji 15 juta, tapi oleh Allah diberi penyakit seharga 16 juta, sudah tekor itu.

Oleh karena itu, jangan bersandar kepada gaji atau pula bersandar kepada tabungan. Punya tabungan uang, mudah bagi Allah untuk mengambilnya. Cukup saja dibuat urusan sehingga kita harus mengganti dan lebih besar dari tabungan kita. Demi Allah, tidak ada yang harus kita gantungi selain hanya Allah saja. Punya bapak seorang pejabat, punya kekuasaan, mudah bagi Allah untuk memberikan penyakit yang membuat bapak kita tidak bisa melakukan apapun, sehingga jabatannya harus segera digantikan.

Punya suami gagah perkasa. Begitu kokohnya, lalu kita merasa aman dengan bersandar kepadanya, apa sulitnya bagi Allah membuat sang suami muntaber, akan sangat sulit berkelahi atau beladiri dalam keadaan muntaber. Atau Allah mengirimkan nyamuk Aides Aigepty betina, lalu menggigitnya sehingga terjangkit demam berdarah, maka lemahlah dirinya. Jangankan untuk membela orang lain, membela dirinya sendiri juga sudah sulit, walaupun ia seorang jago beladiri karate.

Otak cerdas, tidak layak membuat kita bergantung pada otak kita. Cukup dengan kepleset menginjak kulit pisang kemudian terjatuh dengan kepala bagian belakang membentur tembok, bisa geger otak, koma, bahkan mati.

Semakin kita bergantung pada sesuatu, semakin diperbudak. Oleh karena itu, para istri jangan terlalu bergantung pada suami. Karena suami bukanlah pemberi rizki, suami hanya salah satu jalan rizki dari Allah, suami setiap saat bisa tidak berdaya. Suami pergi ke kanotr, maka hendaknya istri menitipkannya kepada Allah.

"Wahai Allah, Engkaulah penguasa suami saya. Titip matanya agar terkendali, titip hartanya andai ada jatah rizki yang halal berkah bagi kami, tuntun supaya ia bisa ikhtiar di jalan-Mu, hingga berjumpa dengan keadaan jatah rizkinya yang barokah, tapi kalau tidak ada jatah rizkinya, tolong diadakan ya Allah, karena Engkaulah yang Maha Pembuka dan Penutup rizki, jadikan pekerjaannya menjadi amal shaleh."

Insya Allah suami pergei bekerja di back up oleh do’a sang istri, subhanallah. Sebuah keluarga yang sungguh-sungguh menyandarkan dirinya hanya kepada Allah. "Wamayatawakkalalallah fahuwa hasbu", (QS. At Thalaq [65] : 3). Yang hatinya bulat tanpa ada celah, tanpa ada retak, tanpa ada lubang sedikit pun ; Bulat, total, penuh, hatinya hanya kepada Allah, maka bakal dicukupi segala kebutuhannya. Allah Maha Pencemburu pada hambanya yang bergantung kepada makhluk, apalagi bergantung pada benda-benda mati. Mana mungkin? Sedangkan setiap makhluk ada dalam kekuasaan Allah. "Innallaaha ala kulli sai in kadir".

Oleh karena itu, harus bagi kita untuk terus menerus meminimalkan penggantungan. Karena makin banyak bergantung, siap-siap saja makin banyak kecewa. Sebab yang kita gantungi, "Lahaula wala quwata illa billaah" (tiada daya dan kekuatan yang dimilikinya kecuali atas kehendak Allah). Maka, sudah seharusnya hanya kepada Allah sajalah kita menggantungkan, kita menyandarkan segala sesuatu, dan sekali-kali tidak kepada yang lain, Insya Allah.

Sebaik-baik manusia

Ternyata, derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauh mana dirinya punya nilai mamfaat bagi orang lain. Rasulullah SAW bersabda, "Khairunnas anfa’uhum linnas", "Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak mamfaatnya bagi orang lain." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini seakan-akan mengatakan bahwa jikalau ingin mengukur sejauh mana derajat kemuliaan akhlak kita, maka ukurlah sejauh mana nilai mamfaat diri ini? Istilah Emha Ainun Nadjib-nya, tanyakanlah pada diri ini apakah kita ini manusia wajib, sunat, mubah, makruh, atau malah manusia haram?

Apa itu manusia wajib? Manusia wajib ditandai jikalau keberadannya sangat dirindukan, sangat bermamfat, perilakunya membuat hati orang di sekitarnya tercuri. Tanda-tanda yang nampak dari seorang manusia wajib, diantaranya dia seorang pemalu, jarang mengganggu orang lain sehingga orang lain merasa aman darinya. Perilaku kesehariannya lebih banyak kebaikannya. Ucapannya senantiasa terpelihara, ia hemat betul kata-katanya, sehingga lebih banyak berbuat daripada berbicara. Sedikit kesalahannya, tidak suka mencampuri yang bukan urusannya, dan sangat nikmat kalau berbuat kebaikan. Hari-harinya tidak lepas dari menjaga silaturahmi, sikapnya penuh wibawa, penyabar, selalu berterima kasih, penyantun, lemah lembut, bisa menahan dan mengendalikan diri, serta penuh kasih sayang.

Bukan kebiasaan bagi yang akhlaknya baik itu perilaku melaknat, memaki-maki, memfitnah, menggunjing, bersikap tergesa-gesa, dengki, bakhil, ataupun menghasut. Justru ia selalu berwajah cerah, ramah tamah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan marahnya pun karena Allah SWT, subhanallaah, demikian indah hidupnya.

Karenanya, siapapun di dekatnya pastilah akan tercuri hatinya. Kata-katanya akan senantiasa terngiang-ngiang. Keramahannya pun benar-benar menjadi penyejuk bagi hati yang sedang membara. Jikalau saja orang yang berakhlak mulia ini tidak ada, maka siapapun akan merasa kehilangan, akan terasa ada sesuatu yang kosong di rongga qolbu ini. Orang yang wajib, adanya pasti penuh mamfaat. Begitulah kurang lebih perwujudan akhlak yang baik, dan ternyata ia hanya akan lahir dari semburat kepribadian yang baik pula.

Orang yang sunah, keberadaannya bermamfaat, tetapi kalau pun tidak ada tidak tercuri hati kita. Tidak ada rongga kosong akibat rasa kehilangan. Hal ini terjadi mungkin karena kedalaman dan ketulusan amalnya belum dari lubuk hati yang paling dalam. Karena hati akan tersentuh oleh hati lagi. Seperti halnya kalau kita berjumpa dengan orang yang berhati tulus, perilakunya benar-benar akan meresap masuk ke rongga qolbu siapapun.

Orang yang mubah, ada tidak adanya tidak berpengaruh. Di kantor kerja atau bolos sama saja. Seorang pemuda yang ketika ada di rumah keadaan menjadi berantakan, dan kalau tidak adapun tetap berantakan. Inilah pemuda yang mubah. Ada dan tiadanya tidak membawa mamfaat, tidak juga membawa mudharat.

Adapun orang yang makruh, keberadannya justru membawa mudharat. Kalau dia tidak ada, tidak berpengaruh. Artinya kalau dia datang ke suatu tempat maka orang merasa bosan atau tidak senang. Misalnya, ada seorang ayah sebelum pulang dari kantor suasana rumah sangat tenang, tetapi ketika klakson dibunyikan tanda sang ayah sudah datang, anak-anak malah lari ke tetangga, ibu cemas, dan pembantu pun sangat gelisah. Inilah seorang ayah yang keberadaannya menimbulkan masalah.

Lain lagi dengan orang bertipe haram, keberadaannya malah dianggap menjadi musibah, sedangkan ketiadaannya justru disyukuri. Jika dia pergi ke kantor, perlengkapan kantor pada hilang, maka ketika orang ini dipecat semua karyawan yang ada malah mensyukurinya.

Masya Allah, tidak ada salahnya kita merenung sejenak, tanyakan pada diri ini apakah kita ini anak yang menguntungkan orang tua atau hanya jadi benalu saja? Masyarakat merasa mendapat mamfaat tidak dengan kehadiran kita? Adanya kita di masyarakat sebagai manusia apa, wajib, sunah, mubah, makruh, atau haram? Kenapa tiap kita masuk ruangan teman-teman malah pada menjauhi, apakah karena perilaku sombong kita?

Kepada ibu-ibu, hendaknya tanyakan pada diri masing-masing, apakah anak-anak kita sudah merasa bangga punya ibu seperti kita? Punya mamfaat tidak kita ini? Bagi ayah cobalah mengukur diri, saya ini seorang ayah atau gladiator? Saya ini seorang pejabat atau seorang penjahat? Kepada para mubaligh, harus bertanya, benarkah kita menyampaikan kebenaran atau hanya mencari penghargaan dan popularitas saja?

Menikmati proses...

Sebenarnya yang harus kita nikmati dalam hidup ini adalah proses. Mengapa? Karena yang bernilai dalam hidup ini ternyata adalah proses dan bukan hasil. Kalau hasil itu ALLOH yang menetapkan, tapi bagi kita punya kewajiban untuk menikmati dua perkara yang dalam aktivitas sehari-hari harus kita jaga, yaitu selalu menjaga setiap niat dari apapun yang kita lakukan dan selalu berusaha menyempurnakan ikhtiar yang dilakukan, selebihnya terserah ALLOH SWT.

Seperti para mujahidin yang berjuang membela bangsa dan agamanya, sebetulnya bukan kemenangan yang terpenting bagi mereka, karena menang-kalah itu akan selalu dipergilirkan kepada siapapun. Tapi yang paling penting baginya adalah bagaimana selama berjuang itu niatnya benar karena ALLOH dan selama berjuang itu akhlaknya juga tetap terjaga. Tidak akan rugi orang yang mampu seperti ini, sebab ketika dapat mengalahkan lawan berarti dapat pahala, kalaupun terbunuh berarti bisa jadi syuhada.

Ketika jualan dalam rangka mencari nafkah untuk keluarga, maka masalah yang terpenting bagi kita bukanlah uang dari jualan itu, karena uang itu ada jalurnya, ada rizkinya dari ALLOH dan semua pasti mendapatkannya. Karena kalau kita mengukur kesuksesan itu dari untung yang didapat, maka akan gampang sekali bagi ALLOH untuk memusnahkan untung yang didapat hanya dalam waktu sekejap. Dibuat musibah menimpanya, dikenai bencana, hingga akhirnya semua untung yang dicari berpuluh-puluh tahun bisa sirna seketika.

Walhasil yang terpenting dari bisnis dan ikhtiar yang dilakukan adalah prosesnya. Misal, bagaimana selama berjualan itu kita selalu menjaga niat agar tidak pernah ada satu miligram pun hak orang lain yang terambil oleh kita, bagaimana ketika berjualan itu kita tampil penuh keramahan dan penuh kemuliaan akhlak, bagaimana ketika sedang bisnis benar-benar dijaga kejujuran kita, tepat waktu, janji-janji kita penuhi.

Dan keuntungan bagi kita ketika sedang berproses mencari nafkah adalah dengan sangat menjaga nilai-nilai perilaku kita. Perkara uang sebenarya tidak usah terlalu dipikirkan, karena ALLOH Mahatahu kebutuhan kita lebih tahu dari kita sendiri. Kita sama sekali tidak akan terangkat oleh keuntungan yang kita dapatkan, tapi kita akan terangkat oleh proses mulia yang kita jalani.

Ini perlu dicamkan baik-baik bagi siap pun yang sedang bisnis bahwa yang termahal dari kita adalah nilai-nilai yang selalu kita jaga dalam proses. Termasuk ketika kuliah bagi para pelajar, kalau kuliah hanya menikmati hasil ataupun hanya ingin gelar, bagaimana kalau meninggal sebelum diwisuda? Apalagi kita tidak tahu kapan akan meninggal. Karenanya yang paling penting dari perkuliahan, tanya dulu pada diri, mau apa dengan kuliah ini? Kalau hanya untuk mencari isi perut, kata Imam Ali, "Orang yang pikirannya hanya pada isi perut, maka derajat dia tidak akan jauh beda dengan yang keluar dari perutnya". Kalau hanya ingin cari uang, hanya tok uang, maka asal tahu saja penjahat juga pikirannya hanya uang.

Bagi kita kuliah adalah suatu ikhtiar agar nilai kemanfaatan hidup kita meningkat. Kita menuntut ilmu supaya tambah luas ilmu hingga akhirnya hidup kita bisa lebih meningkat manfaatnya. Kita tingkatkan kemampuan salah satu tujuannya adalah agar dapat meningkatkan kemampuan orang lain. Kita cari nafkah sebanyak mungkin supaya bisa mensejahterakan orang lain.

Dalam mencari rizki ada dua perkara yang perlu selalu kita jaga, ketika sedang mencari kita sangat jaga nilai-nilainya, dan ketika dapat kita distribusikan sekuat-kuatnya. Inilah yang sangat penting. Dalam perkuliahan, niat kita mau apa nih? Kalau mau sekolah, mau kuliah, mau kursus, selalu tanyakan mau apa nih? Karena belum tentu kita masih hidup ketika diwisuda, karena belum tentu kita masih hidup ketika kursus selesai.

Ah, Sahabat. Kalau kita selama kuliah, selama sekolah, selama kursus kita jaga sekuat-kuatnya mutu kehormatan, nilai kejujuran, etika, dan tidak mau nyontek lalu kita meninggal sebelum diwisuda? Tidak ada masalah, karena apa yang kita lakukan sudah jadi amal kebaikan. Karenanya jangan terlalu terpukau dengan hasil.

Saat melamar seseorang, kita harus siap menerima kenyataan bahwa yang dilamar itu belum tentu jodoh kita. Persoalan kita sudah datang ke calon mertua, sudah bicara baik-baik, sudah menentukan tanggal, tiba-tiba menjelang pernikahan ternyata ia mengundurkan diri atau akan menikah dengan yang lain. Sakit hati sih wajar dan manusiawi, tapi ingat bahwa kita tidak pernah rugi kalau niatnya sudah baik, caranya sudah benar, kalaupun tidak jadi nikah dengan dia. Siapa tahu ALLOH telah menyiapkan kandidat lain yang lebih cocok.

Atau sudah daftar mau pergi haji, sudah dipotret, sudah manasik, dan sudah siap untuk berangkat, tiba-tiba kita menderita sakit sehingga batal untuk berangkat. Apakah ini suatu kerugian? Belum tentu! Siapa tahu ini merupakan nikmat dan pertolongan dari ALLOH, karena kalau berangkat haji belum tentu mabrur, mungkin ALLOH tahu kapasitas keimanan dan kapasitas keilmuan kita.

Oleh sebab itu, sekali lagi jangan terpukau oleh hasil, karena hasil yang bagus menurut kita belum tentu bagus menurut perhitungan ALLOH. Kalau misalnya kualifikasi mental kita hanya uang 50 juta yang mampu kita kelola. Suatu saat ALLOH memberikan untung satu milyar, nah untung ini justru bisa jadi musibah buat kita. Karena setiap datangnya rizki akan efektif kalau iman kitanya bagus dan kalau ilmu kitanya bagus. Kalau tidak, datangnya uang, datangnya gelar, datangnya pangkat, datangnya kedudukan, yang tidak dibarengi kualitas pribadi kita yang bermutu sama dengan datangnya musibah. Ada orang yang hina gara-gara dia punya kedudukan, karena kedudukannya tidak dibarengi dengan kemampuan mental yang bagus, jadi petantang-petenteng, jadi sombong, jadi sok tahu, maka dia jadi nista dan hina karena kedudukannya.

Ada orang yang terjerumus, bergelimang maksiat gara-gara dapat untung. Hal ini karena ketika belum dapat untung akan susah ke tempat maksiat karena uangnya juga tidak ada, tapi ketika punya untung sehingga uang melimpah-ruah tiba-tiba dia begitu mudahnya mengakses tempat-tempat maksiat.

Nah, Sahabat. Selalulah kita nikmati proses. Seperti saat seorang ibu membuat kue lebaran, ternyata kue lebaran yang hasilnya begitu enak itu telah melewati proses yang begitu panjang dan lama. Mulai dari mencari bahan-bahannya, memilah-milahnya, menyediakan peralatan yang pas, hingga memadukannya dengan takaran yang tepat, dan sampai menungguinya di open. Dan lihatlah ketika sudah jadi kue, baru dihidangkan beberapa menit saja, sudah habis. Apalagi biasanya tidak dimakan sendirian oleh yang membuatnya. Bayangkan kalau orang membuat kue tadi tidak menikmati proses membuatnya, dia akan rugi karena dapat capeknya saja, karena hasil proses membuat kuenya pun habis dengan seketika oleh orang lain. Artinya, ternyata yang kita nikmati itu bukan sekedar hasil, tapi proses.

Begitu pula ketika ibu-ibu punya anak, lihatlah prosesnya. Hamilnya sembilan bulan, sungguh begitu berat, tidur susah, berbaring sulit, berdiri berat, jalan juga limbung, masya ALLOH. Kemudian saat melahirkannya pun berat dan sakitnya juga setengah mati. Padahal setelah si anak lahir belum tentu balas budi. Sudah perjuangan sekuat tenaga melahirkan, sewaktu kecil ngencingin, ngeberakin, sekolah ditungguin, cengengnya luar biasa, di SD tidak mau belajar (bahkan yang belajar, yang mengerjakan PR justru malah ibunya) dan si anak malah jajan saja, saat masuk SMP mulai kumincir, masuk SMU mulai coba-coba jatuh cinta. Bayangkanlah kalau semua proses mendidik dan mengurus anak itu tidak pakai keikhlasan, maka akan sangat tidak sebanding antara balas budi anak dengan pengorbanan ibu bapaknya. Bayangkan pula kalau menunggu anaknya berhasil, sedangkan prosesnya sudah capek setengah mati seperti itu, tiba-tiba anak meninggal, naudzhubillah, apa yang kita dapatkan?

Oleh sebab itu, bagi para ibu, nikmatilah proses hamil sebagai ladang amal. Nikmatilah proses mengurus anak, pusingnya, ngadat-nya, dan rewelnya anak sebagai ladang amal. Nikmatilah proses mendidik anak, menyekolahkan anak, dengan penuh jerih payah dan tetesan keringat sebagai ladang amal. Jangan pikirkan apakah anak mau balas budi atau tidak, sebab kalau kita ikhlas menjalani proses ini, insya ALLOH tidak akan pernah rugi. Karena memang rizki kita bukan apa yang kita dapatkan, tapi apa yang dengan ikhlas dapat kita lakukan.

Pribadi Muslim Berprestasi

Sekiranya kita hendak berbicara tentang Islam dan kemuliaannya, ternyata tidaklah cukup hanya berbicara mengenai ibadah ritual belaka. Tidaklah cukup hanya berbicara seputar shaum, shalat, zakat, dan haji. Begitupun jikalau kita berbicara tentang peninggalan Rasulullah SAW, maka tidak cukup hanya mengingat indahnya senyum beliau, tidak hanya sekedar mengenang keramah-tamahan dan kelemah-lembutan tutur katanya, tetapi harus kita lengkapi pula dengan bentuk pribadi lain dari Rasulullah, yaitu : beliau adalah orang yang sangat menyukai dan mencintai prestasi!

Hampir setiap perbuatan yang dilakukan Rasulullah SAW selalu terjaga mutunya. Begitu mempesona kualitasnya. Shalat beliau adalah shalat yang bermutu tinggi, shalat yang prestatif, khusyuk namanya. Amal-amal beliau merupakan amal-amal yang terpelihara kualitasnya, bermutu tinggi, ikhlas namanya. Demikian juga keberaniannya, tafakurnya, dan aneka kiprah hidup keseharian lainnya. Seluruhnya senantiasa dijaga untuk suatu mutu yang tertinggi.

Ya, beliau adalah pribadi yang sangat menjaga prestasi dan mempertahankan kualitas terbaik dari apa yang sanggup dilakukannya. Tidak heran kalau Allah Azza wa Jalla menegaskan, "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah ..." (QS. Al Ahzab [33] : 21)

Kalau ada yang bertanya, mengapa sekarang umat Islam belum ditakdirkan unggul dalam kaitan kedudukannya sebagai khalifah di muka bumi ini? Seandainya kita mau jujur dan sudi merenung, mungkin ada hal yang tertinggal di dalam menyuritauladani pribadi Nabi SAW. Yakni, kita belum terbiasa dengan kata prestasi. Kita masih terasa asing dengan kata kualitas. Dan kita pun kerapkali terperangah manakala mendengar kata unggul. Padahal, itu merupakan bagian yang sangat penting dari peninggalan Rasulullah SAW yang diwariskan untuk umatnya hingga akhir zaman.

Akibat tidak terbiasa dengan istilah-istilah tersebut, kita pun jadinya tidak lagi merasa bersalah andaikata tidak tergolong menjadi orang yang berprestasi. Kita tidak merasa kecewa ketika tidak bisa memberikan yang terbaik dari apa yang bisa kita lakukan. Lihat saja shalat dan shaum kita, yang merupakan amalan yang paling pokok dalam menjalankan syariat Islam. Kita jarang merasa kecewa andaikata shalat kita tidak khusyuk. Kita jarang merasa kecewa manakala bacaan kita kurang indah dan mengena. Kita pun jarang kecewa sekiranya shaum Ramadhan kita berlalu tanpa kita evaluasi mutunya.

Kita memang banyak melakukan hal-hal yang ada dalam aturan agama tetapi kadang-kadang tidak tergerak untuk meningkatkan mutunya atau minimal kecewa dengan mutu yang tidak baik. Tentu saja tidak semua dari kita yang memiliki kebiasaan kurang baik semacam ini. Akan tetapi, kalau berani jujur, mungkin kita termasuk salah satu diantara yang jarang mementingkan kualitas.

Padahal, adalah sudah merupakan sunnatullah bahwa yang mendapatkan predikat terbaik hanyalah orang-orang yang paling berkualitas dalam sisi dan segi apa yang Allah takdirkan ada dalam episode kehidupan dunia ini. Baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi, Allah Azza wa Jalla selalu mementingkan penilaian terbaik dari mutu yang bisa dilakukan.

Misalnya saja shalat, "Qadaflahal mu’minuun. Alladziina hum fii shalaatihim" (QS. Al Mu’minuun [23] : 1-2). Amat sangat berbahagia serta beruntung bagi orang yang khusyuk dalam shalatnya. Artinya, shalat yang terpelihara mutunya, yang dilakukan oleh orang yang benar-benar menjaga kualitas shalatnya. Sebaliknya, "Fawailullilmushalliin. Alladziina hum’an shalatihim saahuun" (QS. Al Maa’uun [107] : 4-5). Kecelakaanlah bagi orang-orang yang lalai dalam shalatnya!

Amal baru diterima kalau benar-benar bermutu tinggi ikhlasnya. Allah Azza wa Jalla berfirman, "Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus" (QS. Al Bayyinah [98] : 5). Allah pun tidak memerintahkan kita, kecuali menyempurnakan amal-amal ini semata-mata karena Allah. Ada riya sedikit saja, pahala amalan kita pun tidak akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla. Ini dalam urusan ukhrawi.

Demikian juga dalam urusan duniawi produk-produk yang unggul selalu lebih mendapat tempat di masyarakat. Lebih mendapatkan kedudukan dan penghargaan sesuai dengan tingkat keunggulannya. Para pemuda yang unggul juga bisa bermamfaat lebih banyak daripada orang-orang yang tidak memelihara dan meningkatkan mutu keunggulannya.

Pendek kata, siapapun yang ingin memahami Islam secara lebih cocok dengan apa-apa yang telah dicontohkan Rasul, maka bagian yang harus menjadi pedoman hidup adalah bahwa kita harus tetap tergolong menjadi orang yang menikmati perbuatan dan karya terbaik, yang paling berkulitas. Prestasi dan keunggulan adalah bagian yang harus menjadi lekat menyatu dalam perilaku kita sehari-hari.

Kita harus menikmati karya terbaik kita, ibadah terbaik kita, serta amalan terbaik yang harus kita tingkatkan. Tubuh memberikan karya terbaik sesuai dengan syariat dunia sementara hati memberikan keikhlasan terbaik sesuai dengan syariat agama. Insya Allah, di dunia kita akan memperoleh tempat terbaik dan di akhirat pun mudah-mudahan mendapatkan tempat dan balasan terbaik pula.

Tubuh seratus persen bersimbah peluh berkuah keringat dalam memberikan upaya terbaik, otak seratus persen digunakan untuk mengatur strategi yang paling jitu dan paling mutakhir, dan hati pun seratus persen memberikan tawakal serta ikhlas terbaik, maka kita pun akan puas menjalani hidup yang singkat ini dengan perbuatan yang Insya Allah tertinggi dan bermutu. Inilah justru yang dikhendaki oleh Al Islam, yang telah dicontohkan Rasulullah SAW yang mulia, para sahabatnya yang terhormat, dan orang-orang shaleh sesudahnya.

Oleh sebab itu, bangkitlah dan jangan ditunda-tunda lagi untuk menjadi seorang pribadi muslim yang berprestasi, yang unggul dalam potensi yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada setiap diri hamba-hambanya. Kitalah sebenarnya yang paling berhak menjadi manusia terbaik, yang mampu menggenggam dunia ini, daripada mereka yang ingkar, tidak mengakui bahwa segala potensi dan kesuksesan itu adalah anugerah dan karunia Allah SWT, Zat Maha Pencipta dan Maha Penguasa atas jagat raya alam semesta dan segala isinya ini!

Ingat, wahai hamba-hamba Allah, "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada Allah ...!’ (QS. Ali Imran [3] : 110).

Meraih Sukses !!

"Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu lupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain. Sebagai mana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al-Qashash: 77)

"Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari orang mukmin yang lemah." (Al-Hadist)

Kita diciptakan oleh Allah bukan untuk menjadi pecundang, tapi kita telah disiapkan oleh Allah, berpotensi untuk sukses. Tidak hanya pada ukuran dunia tapi juga untuk ukuran akhirat.

Rasulullah tidak hanya di akhirat tapi didunia juga sukses. Beliau tidak mau menjadi beban bagi orang lain. Usia 12 tahun sudah melakukan perjalanan untuk berdagang dan pada usia 25 tahun telah menjadi seorang pemuda yang bermutu akhlaknya dan terpercaya pribadinya.

Rasul merupakan pemuda yang sukses karena, pada saat memberikan mas kawin atau mahar pada Siti Khodijah, Rasul memberikan sebanyak 20 ekor unta muda yang artinya pada saat itu telah menjadi seorang pengusaha kaya raya yang sangat sukses.

Untuk menjadi pribadi yang sukses maka kita harus "tenang" karena keyakinan akan adanya kekuasaan Allah. Lalu, "terencana" dalam melakukan sesuatu, baru "tawakal". Kemudian "terampil" dalam berkerja; "tertib" dalam kehidupan; "tekun" dan "istiqamah" dalam mengatasi kejemuan; "tegar" dan sabar dalam menerima musibah dari berbagai macam kejadian; "tawadhu" atau rendah hati, karena kesombongan merupakan sarana yang paling efektif untuk menjatuhkan martabat kita.

Kesuksesan sejati adalah ketika kita berhasil meyakini semua ini adalah milik Allah, yang membuat kita menjadi tawadhu dan rendah hati, terus-menerus membersihkan hati dan terus meningkatkan kemampuan untuk mempersembahkan yang terbaik, yang terlihat dari kemuliaan akhlak dan sempurnanya amal dengan hati yang ikhlas. Insya Allah kita akan mendapatkan kesuksesan di dunia dan akhirat.

05 Januari 2008

Awali hari dengan semangat !!

Ini tulisan dari seorang sahabat yang ALLAH Beri Kesempatan menjadi satria ESQ. Semoga ALLAH Membimbing beliau...

Segala Puji hanya miliki Allah yang Maha Pandai (Ar Rasyid), semoga Allah membimbing dan membukakan hati kita (yang rindu ingin berjumpa dengan-Nya) agar bisa menerima setiap ilmu sehingga kita bisa mengenal dan mendekat pd Allah.
Saya tidak akan berbagi ilmu, karena sy sadar ilmunya masih sedikit, tp sy akan berbagi pengalaman selama di ESQ.
Subhanallah saya ga nyangka euy! sy bs berada dikomunitas seperti ESQ ini. Aktifitas rutin yg dilakukan disini adalah Morning Breafing (MB). MB merupakan aktifitas kebersamaan satria 165 untuk seluruh divisi yg dilakukan jm8 teng (ga kurang lagi) setiap senin-jum'at. Aktifitas ini mirip tausyiah senin pagi di DT, tp caranya sprti apel pagi SSG. Seluruh satria dibariskan diruangan yg berukuran sekitar 5 x 15 meter, luar biasa padat sekali. Isi MB antara lain : pembaca yel2 standard ESQ, uraian motivasi, do'a.
Subhanallah seluruh satria meneriakan yel2 dgn lantang+semangat sekali. Ini yang biasa dilakukan setiap mengawali aktifitas. Ternyata secara psikologi bisa menularkan semangat khususnya pd saya. Makanya kalau bisa sebelum au berangkat kerja au meneriakan yel2 yang kata2nya positif dan mnggugah, insya Allah akan menular sampai sore apalagi kalau diawali dgn dzikir Al Ma'tsurat + tilawah + sedekah insya Allah hari2nya barokah.

Perjuangan tiada henti !!

Hari jum'at yang lalu, ayu menghadiri sebuah pertemuan dengan seorang anggota dewan dari salah satu partai dakwah di bandung. Beliau juga salah satu ustadz favorit ayu. Beliau banyak berbagi tentang perjuangan yang dilakukannya dan anggota dewan yang lain di parlemen. Tak mudah membuat suatu perubahan di sana. Namun, tahap demi tahap beliau lalui. Sedikit demi sedikit terjadi perubahan yang lebih baik, meskipun belum signifikan.

Subhanallah, tak mudah untuk berjuang di tataran parlemen seperti itu. Kental sekali suasana politik di dalam sana. Uang dan jabatan benar-benar bisa jadi ujian terberat bagi mereka. Namun, mereka tetap memilih dakwah sebagai jalan mereka untuk mendapatkan ridho ALLAH.

Dulu...... sempat kurang bisa menerima keberadaan da'i di tataran politik. Masyarakat umum juga masih memandang sebelah mata kepada para da'i yang terjun ke dunia partai. Namun, bila tidak ada mereka siapa lagi yang akan menyebarkan nilai-nilai kebaikan. Meskipun sebenarnya dakwah itu milik ALLAH, ada atau tidak adanya kita pun dakwah akan terus berjalan. Tapi sekali lagi, dakwah tak hanya cukup dilakukan di mesjid-mesjid, kampus-kampus, atau sekolah-sekolah.. Dakwah juga harus dapat menembus pagar gedung DPR, menembus seragam PNS/Polri, menembus kendaraan mewah para pejabat...

Subhanallah, luar biasa amalan para da'i dan da'iyah itu... Teringat ketika Rasululllah Meminta salah 1 dari 2 Umar untuk membantu kekuatan Islam saat di awal perjuangan. ALLAH Karuniakan hidayahNya kepada Umar bin Khattab. Saat itu beliau merupakan tokoh yang cukup memiliki posisi tawar yang baik, disegani, dihormati, dll. Inilah salah satu strategi dakwah. Meng-ikhwahkan tokoh atau Menokohkan ikhwah. Ketika seorang tokoh dapat mengamalkan nilai-nilai kebaikan, maka akan ada 2 keuntungan. Pertama, bawahan-bawahannya akan mengikuti apa yang dia perintahkan. Ketika perintahnya adalah kebaikan, maka mau tidak mau mereka harus melakukannya. Kedua, meskipun atasannya memerintahkan keburukan, namun karena 'si tokoh' ini telah memahami mana yang baik dan buruk, maka dia akan memilih untuk tidak melakukannya.

Tidak mudah... ya.. tidak mudah... tapi ketika ALLAH Berkehendak, maka tidak ada yang sulit !!! Seorang bupati yang, alhamdulillah, kini mulai memahami nilai-nilai Islam, membuat suatu kebijakan yang mewajibkan siswa wanita untuk menggunakan jilbab setiap hari jum'at. Itulah buah dari perjuangan tiada henti... Menyebarkan nilai-nilai kebaikan dimana saja, kepada siapa saja, kapan saja... Nikmatnya tak hanya dirasakan oleh yang mendakwahi atau yang didakwahi, tapi semua umat !!!

Terus berjuang !!!!!